Kamis, 20 Mei 2010

Antara KBK dan KTSP

Umar khalid, Mei 2010
 
A.Hakikat KBK dan KTSP
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah konsep kurikulum yang dikembangkan Departemen Pendidikan Nasional RI untuk menggantikan Kurikulum 1994. KBK merupakan sebuah konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh siswa, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.
KBK lahir sebagai implikasi dari Undang-Undang Nomor 22 tahun  1999 tentang pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah  Otonom. Dengan adanya Undang-Undang tersebut, maka terjadi perubahan kebijakan pengelolaan  pendidikan dari yang bersifat sentralistik  kepada desentralistik. Perubahan kebijakan tersebut sudah barang tentu berimplikasi  pada penyempurnaan kurikulum. Melalui Kurikulum 2004, daerah diberi keleluasaan untuk mengembangkan dunia pendidikan di wilayahnya berdasarkan karakteristik daerah tersebut.
KBK juga lahir sebagai respon atas berbagai persoalan yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia, diantaranya adalah pergeseran orientasi pendidikan, dari orientasi berkelompok kepada individual. Maksudnya pendidikan diarahkan untuk membentuk individu yang mempunyai potensi dan bakat yang berbeda dan bervariasi, sehingga perlu pehatikan secara berbeda.
Sedangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP merupakan salah satu bentuk realisasi kebijakan desentralisasi di bidang pendidikan agar kurikulum benar-benar sesuai dengan kebutuhan pengembangan potensi peserta didik di sekolah yang bersangkutan di masa sekarang dan yang akan datang dengan mempertimbangkan kepentingan lokal, nasional dan tuntutan global dengan semangat manajemen berbasis sekolah (MBS).
Sebenarnya dalam Kurikulum 2004 juga sudah dikenal adanya KTSP, namun tidak semua sekolah diwajibkan menyusunnya. Hanya sekolah-sekolah yang memenuhi beberapa kriteria yang boleh menyusun KTSP, yaitu sekolah yang memiliki tenaga pengajar yang kompeten, memiliki biaya yang cukup, kepemimpinan yang baik dan berorientasi ke masa depan.
Berbeda dalam kurikulum 2004, dimana hanya sekolah-sekolah tertentu saja yang boleh menyusun KTSP, dalam kurikulum 2006  semua sekolah wajib menyusunnya tanpa perkecualian, sehingga idealnya KTSP sekolah satu dengan lainnya tidak sama, karena karakteristik peserta didik dan kondisi sekolah satu dan lainnya berbeda-beda. Akan tetapi satuan pendidikan boleh mengadopsi atau mengadaptasi model KTSP yang tersedia dengan mempertimbangkan kebutuhan dan potensi peserta didik serta kondisi sumber daya pendidikan sekolah yang bersangkutan.
Dengan lahirnya KTSP, menunjukkan bahwa desentralisasi pendidikan bukan hanya ke daerah-daerah, melainkan ke sekolah-sekolah. Sekolah menjadi lebih otonom dalam melaksanakan tugas pokoknya untuk mencerdaskan  peserta didiknya. Karena guru dan pihak sekolah diberi wewenang yang luas untuk menyusun sendiri kurikulumnya dengan berpegangan pada standar isi dan standar kompetensi lulusan serta panduan-panduan yang telah disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP). Dengan demikian kurikulum di Indonesia menjadi sangat bervariasi dalam banyak hal, kecuali dalam standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang sudah ditetapkan secara nasional oleh Pusat.  
Dalam menyusun dan mengembangkan KTSP, guru dan sekolah harus mendasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
2.Beragam dan terpadu. Beragam artinya KTSP disusun sesuai dengan karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Terpadu artinya ada keterkaitan antara muatan wajib, muatan lokal, dan pengembangan diri dalam KTSP.
3.Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4.Relevan dengan kebutuhan kehidupan masa kini dan masa datang.
5.Menyeluruh dan berkesinambungan. Menyeluruh artinya KTSP mencakup keseluruhan dimensi kompetensi dan bidang kajian keilmuan. Berkesinambungan artinya KTSP antar semua jenjang pendidikan berjenjang dan berkelanjutan.
6.Belajar sepanjang hayat.
7.Seimbang antara kepentingan nasional dan daerah.
B.Keterkaitan Antara KBK dan KTSP
Pada dasarnya KTSP adalah KBK yang dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan standar isi (SI) dan standar kompetensi lulusan (SKL). SK dan KD yang terdapat dalam SI merupakan penyempurnaan dari SK dan KD yang terdapat pada KBK. Sebagai contoh dalam Kurikulum MTs 2004 hanya terdapat satu/dua Standar Kompetensi (SK) masing-masing jenjang kelas untuk hampir semua mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (Aqidah Akhlak, Al-Qur’an Hadits, Fiqh, dan SKI). Namun dalam Kurikulum 2006 terdapat lebih dari dua SK untuk setiap jenjang kelas untuk seluruh mata pelajaran Pendidikan Agama Islam plus rinciannya pada kelas dan pelajaran tertentu. Masing-masing SK sudah ditentukan mana yang untuk semester 1 dan 2. Sementara itu, batasan semacam ini tidak ada pada Kurikulum 2004.
Bila kita lihat dari beberapa aspek yang terdapat dalam KBK maupun KTSP, ada kesamaan antara keduanya. Kesamaan tersebut diantaranya adalah :
1.Pendekatan pembelajaran berorintasi pada kompetensi (competence based approach).
2.Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3.Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4.Penilaian memperhatikan pada proses dan hasil belajar (authentic assessment).
5.Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif
Walau dalam beberapa aspek di atas antara KBK dan KTSP sama, namun dalam beberapa aspek lain ada perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat pada :
1.Prinsip-prinsip pengembangan dan pelaksanaan kurikulum
2.Struktur kurikulum
Ada beberapa perbedaan antara srtuktur kurikulum KBK dengan KTSP, Sebagai contoh dalam kurikulum 2004, mata pelajaran pengetahuan sosial dan Kewarganegaraan digabung, namun dalam kurikulum 2006 dipisah lagi. Kemudian dalam kurikulum 2004 MA, pelajaran Pendidikan Agama Islam semuanya diajarkan mulai dari kelas X sampai XII, tetapi dalam kurikulum 2006 pelajaran SKI hanya diajarkan di kelas XII saja, dan pelajaran Aqidah Akhlak hanya diajarkan di kelas X dan XI.
3.SK dan KD
Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa SK dan KD yang terdapat dalam SI merupakan penyempurnaan dari SK dan KD yang terdapat pada KBK. Dalam kurikulum 2006 ada pemindahan KD juga ada penambahan baik SK maupun KD, hal ini dilakukan sebagai penetaan kembali dari SK dan KD dalam Kurikulum 2004. Dalam KBK tidak hanya SK dan KD saja yang ditentukan oleh pusat, tetapi juga Materi Pokok dan Indikator Pencapaian. Berbeda dengan KTSP, pemerintah pusat hanya menentukan SK dan KD saja, sedangkan komponen lain ditentukan oleh guru dan sekolah.
 
C.Beberapa Permasalah Dalam Peralihan Dari KBK Ke KTSP
Seperti diuraikan di atas, bahwa ada beberapa perbedaan antara KTSP dengan KBK, diantaranya adalah dalam hal struktur kurikulum, baik di tingkat SD/MI, SMP/MTs, atau di tingkat SMA/MA. Yang perubahan strukturnya dirasakan banyak adalah di tingkat SMA/MA. Sementara sosialisasi dan panduan KTSP belum merata. Apalagi untuk Standar Isi (SK dan KD) mata pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk Madrasah Aliyah sulit didapat, entah apakah memang DEPAG RI belum mengeluarkan standar isi tersebut atau sosialisasinya yang belum merata.
Keadaan seperti ini membingungkan sekolah dan guru-guru, sebenarnya mata pelajaran apa saja yang harus dipelajari anak dalam KTSP. Di satu sisi sekolah dituntut untuk menyusun dan melaksanakan KTSP, di sisi lain sosialisasi kurikulum baru ini belum merata dan maksimal, selain itu perangkat untuk menyusun KTSP belum semuanya tersedia, dan belum didistribusikan ke sekolah-sekolah. Banyak kasus dibeberapa sekolah, ada beberapa mata pelajaran yang diajarkan tetapi ketika UAS tidak diujikan, begitu juga sebaliknya. Selain itu format buku raport yang berubah-ubah, hal ini tentu membuat semakin bingung pihak sekolah dan guru-guru, apa sebenarnya yang diinginkan pemerintah dengan KTSP ini,

Apa Beda KBK dan KTSP?
Pada prinsipnya tidak ada perbedaan yang mendasar dalam KBK dan KTSP. Kedua-duanya menitikberatkan pada pencapaian standar kompetensi yang Yang membedakannya hanya pada Kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan Sekolah dan Kepala Sekolah mengembangkan KTSP dan silabus berdasarkan :
Kerangka dasar kurikulum, dan Standar kompetensi di bawah koordinasi dan supervisi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan atau Provinsi.
1.Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP. Panduan ini berisi sekurang-kurangnya:
a.Model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk SD/MI/ SDLB/SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK pada jalur pendidikan formal kategori standar;
b.Model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk SD/MI/ SDLB/SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK pada jalur pendidikan formal kategori mandiri;
2.Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah keagamaan berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP. Panduan ini berisi sekurangkurangnya model-model kurikulum satuan pendidikan keagamaan jenjang pendidikan dasar dan menengah.
3.Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB,SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
4.Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/ kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.
5.Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya untuk program paket A, B, dan C ditetapkan oleh dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan berdasarkan kerangka dasar kurikulum sesuai dengan peraturan pemerintah ini dan standar kompetensi lulusan.

Peran, Tugas, Profesi, dan Kompetensi Guru

1.Peran Guru
Peran guru dalam proses pembelajaran, adalah; a) guru sebagai sumber belajar, b) guru sebagai fasilitator, c) guru sebagai pengelola, d) guru sebagai demonstrator, e) guru sebagai pembimbing, f) guru sebagai motivator, dan g) guru sebagai evaluator.
a.Guru sebagai Sumber Belajar
Guru sebagai sumber belajar, karena guru berkaitan erat dengan kemampuan penguasaan materi pembelajaran, ia dapat menguasai materi pembelajaran dengan baik sehingga benar-benar ia berperan sebagai sumber belajar bagi siswa, apa yang ditanyakan oleh siswa berkaitan dengan materi pembelajaran, ia akan dapat menjawab dengan penuh keyakinan. Sebagai sumber belajar dalam proses pembelajaran hendaknya guru melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) memiliki bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan dengan siswa. Guru sering mengakses bahan-bahan dari internet, jurnal-jurnal penelitian, dari buku-buku terbitan terakhir, atau berbagai informasi media masa. 2) Guru dapat menunjukkan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh siswa yang biasanya memiliki kecepatan belajar diatas rata-rata siswa lain. 3) Guru perlu melakukan pemetaan tentang materi pelajaran, misalnya dengan menentukan bagian inti (core), yang wajib dipelajari dan dikuasai siswa bagian materi tambahan, bagian materi yang harus diingat kembali karena pernah dibahas, dan lain sebagainya.
b.Guru sebagai Fasilitator
Guru berperan dalam memberikan palayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Sebelum mengajar guru mengarahkan pertanyaan kepada siswa, misalnya apa yang harus dilakukan agar siswa mudah mempelajari bahan pelajaran sehingga tujuan belajar tercapai secara optimal. Pertanyaan tersebut mengandung makna bahwa tujuan mengajar adalah mempermudah siswa belajar. Inilah hakikat peran fasilitator dalam proses pembelajaran. Ada beberapa hal yang harus dipahami agar melaksanakan peran sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran; 1) Guru perlu memahami berbagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi masing-masing media tersebut. Pemahaman akan fungsi media sangat diperlukan, belum tentu suatu media cocok digunakan untuk mengajarkan semua materi pelajaran, Setiap media memiliki karakteristik berbeda, 2) guru perlu mempunyai ketrampilan dalam merancang suatu media. Kemampuan merancang media merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional. Dengan perancangan media yang dianggap cocok akan mempermudahkan proses pembelajara, sehingga pada gilirannya tujuan pembelajaran akan tercapai optimal, 3) guru dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat mengikuti perkembangan teknologi mutakhir, 4) guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa secara efektif.
c.Guru sebagai Pengelola
Guru sebagai pengelola pembelajaran berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar dangan menyenangkan. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa. Dalam hubungannya dengan pengelolaan pembelajaran, Alvin C. Eurich menjelaskan prinsip-prinsip belajar yang harus diperhatikan guru, sebagai berikut; 1) segala sesuatu yang dipelajari oleh siswa, sebaiknya siswa belajar sendiri, 2) setiap siswa memiliki kecepatan belajar masing-masing, 3) seorang siswa akan belajar lebih banyak apabila setiap selesai melaksanakan tahapan kegiatan diberikan reinforcement, 4) penguasaan secara penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti, dan 5) apabila siswa diberi tanggung jawab, maka ia akan lebih termotivasi untuk belajar. Dalam melaksanakan pengelolaan pembelajaran ada dua macam kegiatan yang harus dilakukan, yaitu mengelola sumber belajar dan melaksanakan peran sebagai umber belajar itu sendiri. Selain itu sebagai pengelola, guru memiliki empat fungsi umum, yaitu : (1) merencanakan tujuan belajar, (2) mengorganisir berbagai sumber belajar untuk mewujudkan tujuan belajar, (3) memimpin, yamg meliputi memotivasi, mendorong dan menstimulasi siswa, dan (4) mengawasi segala sesuatu, apakah sudah berfungsi sebagaimana mestinya atau belum dalam rangka pencapaian tujuan.
d.Guru sebagai Demonstrator
Guru peran untuk mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan. Ada dua konteks peran guru sebagai demonstrator. (1) Guru harus menunjukkan sikap-sikap yang terpuji, dalam setiap aspek kehidupan guru merupakan sosok ideal bagi setiap siswa. Dengan demikian, dalam konteks ini guru berperan sebagai model dan teladan bagi setiap siswa. (2) Guru harus dapat menunjukkan bagaimana caranya agar setiap materi pelajaran dapat lebih dipahami dan dihayati oleh setiap siswa. Oleh karena itu, sebagai demonstrator erat kaitannya dengan pengaturan strategi pembelajaran yang efektif.
e.Guru sebagai Pembimbing
Guru berperan menjaga, mengarahkan, membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, minat dan bakatnya, sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan berkembang sebagai manusia yang ideal yang menjadi harapan setiap orang tua dan masyarakat. Agar guru dapat berperan sebagai pembimbing yang baik, maka ada beberapa hal yang harus dimiliki, diantaranya; (1) Guru harus memiliki pemahaman tentang siswa yang sedang dibimbingnya. Misalnya, pemahaman tentang gaya dan kebiasaan belajar serta tentang potensi dan bakat yang dimiliki anak. (2) Guru harus memahami dan terampil dalam merencanakan, baik merencanakan tujuan dan kompetensi yang dicapai maupun merencanakan proses pembelajaran.
f.Guru sebagai Motivator
Guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa dengan cara; 1) Memperjelas tujuan yang ingin dicapai. Tujuan yang jelas dapat membuat siswa paham ke arah mana ia ingin dibawa. Pemahaman siswa tentang tujuan pembelajaran dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar yang pada gilirannya dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. 2) Membangkitkan minat siswa. Siswa akan terdorong untuk belajar apabila mereka memiliki minat belajar. Oleh sebab itu, mengembangkan minat belajar siswa merupakan salah satu teknik dalam mengembangkan motivasi belajar. Beberapa cara dapat dilakukan untuk membangkitkan minat belajar siswa, di antaranya: a) Menghubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan siswa. Minat siswa akan tumbuh apabila ia dapat menangkap bahwa materi pelajaran itu berguna untuk kehidupannya. b) Mesesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman dan kemampuan siswa. Materi pelajaran yang terlalu sulit untuk dipelajari atau materi pelajaran yang jauh dari pengalaman siswa akan tidak diminati oleh siswa. c) Menggunakan berbagai model dan strategi pembelajaran secara bervariasi, misalnya diskusi kerja kelompok, eksperimen, demonstrasi, dan lain-lain. d) Menciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar. e) Memberikan pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa. f) Memberikan penilaian. g) Memberikan komentar terhadap hasil pekerjaan siswa. h) Menciptakan kompetisi dan kerjasama.
g.Guru sebagai Evaluator
Guru berperan untuk mengumpulkan data atas informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Terdapat dua fungsi dalam memerankan perannya sebagai evaluator; (1) untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan atau menentukan keberhasilan siswa dalam menyerap materi kurikulum. (2) untuk menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang telah diprogramkan.

2.Tugas Pokok Guru
Selain beberapa peran guru yang telah diuraikan di atas harus disadari pula tugas pokok seorang guru. Menurut Undang Undang No. 20 Tahun 2003 dan Undang Undang No. 14 Tahun 2005 Tugas Pokok Guru, adalah; a) guru sebagai pendidik, b) guru sebagai pengajar, c) guru sebagai pembimbing, d) guru sebagai pengarah, e) guru sebagai pelatih, dan f) guru sebagai penilai dan pengevaluasi dari peserta didik.
a.Guru sebagai Pendidik
Guru adalah pendidik yang memiliki tanggung jawab utuh terhadap hasil yang dicapai peserta didik dalam semua aspek, menjadi tokoh, panutan bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu guru harus mempunyai standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung-jawab, wibawa, mandiri dan disiplin. Guru harus memahami nilai-nilai, norma-moral sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap tindakannya dalam proses pembelajaran di sekolah.
b.Guru sebagai Pengajar.
Di dalam tugasnya, guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi dan memahami materi standar yang dipelajari. Guru berperan dalam melakukan transfer ilmu dan nilai sehingga tujuan pendidikan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dapat tercapai.
c.Guru sebagai Pembimbing.
Guru sebagai pembimbing dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya yang bertanggung-jawab. Sebagai pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan serta menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.
d.Guru sebagai Pengarah.
Sebagai pengarah guru harus mampu mengarahkan peserta didik dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi, mengarahkan peserta didik dalam mengambil suatu keputusan terkait studinya maupun kehidupan yang lebih luas. Guru juga dituntut untuk mengarahkan peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya, sehingga peserta didik dapat membangun karakter yang baik bagi dirinya dalam menghadapi kehidupan nyata di masyarakat.
e.Guru sebagai Pelatih
Aspek pendidikan mencakup kognitif, afektif dan psikomotorik, sehingga proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan ketrampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar sesuai dengan potensi masing-masing peserta didik.
f.Guru Sebagai Penilai
Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran peserta didik. Sebagai suatu proses, penilaian dilaksanakan dengan prinsip-prinsip dan dengan teknik yang sesuai. Penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut. Maka, guru perlu memiliki pemahaman, kesiapan, pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang memadai dalam bidang evaluasi.

3.Profesi Guru
Boaduo dan Babitseng (2007) mendefinisikan professi sebagai: an occupation with a set of competencies based on knowledge acquired through many years of both academic and professional training. The goal of its members is commitment to service guided by specific code of ethics. The rofession is granted autonomy and public recognition to provide a service considered essential by society through a regulatory body responsible for establishing and maintaining standards through mechanisms such as credentialing, standards of practice, competence and registration. (Suatu profesi adalah suatu jabatan dengan suatu perangkat kemampuan berdasar pada pengetahuan yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yeng profesional. Gol dari anggotanya adalah kesanggupan untuk melayani yang dipandu oleh kode etika. Profesi diwarisi otonomi dan pengenalan publik untuk menyediakan suatu jasa penting yang dibutuhkan oleh masyarakat melalui suatu pengatur badan yang bertanggung jawab untuk menetapkan dan pemeliharaan standard melalui mekanisme seperti yang surat kepercayaan diplomatik, standard praktek, kemampuan/wewenang dan pendaftaran). (http://www.Learning-Journal.com diakses pada 12/11/2008 13:12)
Untuk mempertajam analisis tentang profesi, dapat dilihat penjelasan Ornstein dan Levine (dalam Soetjipto dan Kosasi, 1994: 15) bahwa profesi adalah jabatan yang mengandung pengertian;
a.Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).
b.Memerlukan bidang ilmu dan ketrampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya).
c.Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru di kembangkan dari hasil penelitian).
d.Memerlukan latihan khusus dengan waktu yang panjang.
e.Terkendali berdasarkan lisensi baku dan/atau mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya.
f.Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu atau adanya persyaratan tertentu (tidak teratur orang lain).
g.Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya, tidak pindah ke atasan atau instansi yang lebih tinggi). Mempunyai sekumpulan untuk kerja yang baku.
h.Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien; dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.
i.Menggunakan administrator untuk memindahkan profesinya; relatif bebas dari supervisi dalam jabatan (misalnya: dokter memakai tenaga administrator untuk mendata klien, sementara tidak ada supervisi dari luar terhadap pekerjaan dokter itu sendiri).
j.Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
k.Mempunyai profesi dan atau kelompok elit untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan.
l.Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyaksikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
m.Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik kepercayaan diri setiap anggotanya (anggota masyarakat selalu meyakini dokter lebih tahu tentang penyakit pasien yang dilayani).
n.Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila di banding dengan jabatan lainnya).

Dengan demikian dapat disimpulakn bahwa profesi merupakan pekerjaan yang dilandasi oleh keahlian yang didapat dari proses pendidikan, digunakan untuk melayani masyarakat, dibawah pengawasan kode etik dan lembaga profesi. Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang dan hanya bisa dilaksanakan oleh orang-orang terdidik yang sudah disiapkan untuk menekuni bidang pendidikan. Menurut Umar Hamalik dalam Yamin (2006: 7) menjelaskan bahwa guru profesional harus memiliki persyaratan yang meliputi: 1) memiliki bakat sebagai guru, 2) memiliki keahlian sebagai guru, 3) memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi, 4) memiliki mental yang sehat, 5) berbadan sehat, 6) memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas, 7) berjiwa pancasila, dan 8) merupakan warga negara yang baik.
Sedangkan menurut Undang Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 7, profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme, (2) memiliki komitmen untuk meningkat mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia, (3) memiliki kualitas akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas, (4) memilik kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas, (5) memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan, (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja, (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat, (8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dan (9) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Tuntutan profesionalisme guru terus didengungkan oleh berbagai kalangan di masyarakat, termasuk kalangan guru sendiri melalui berbagai organisasi guru yang ada. Disamping tuntutan perbaikan taraf hidup guru, mereka berharap untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia. Tuntutan profesionalisme guru dijawab pemerintah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang tersebut guru diposisikan sebagai suatu profesi sebagaimana profesi dokter, hakim, jaksa, akuntan dan profesi-profesi lain yang akan mendapat penghargaan sepadan sesuai dengan profesinya masing-masing. Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional seperti yang dimaksudkan di atas dibuktikan dengan sertifikasi pendidik.
Berdasarkan pertimbangan dan misi menjadikan pendidik sebagai tenaga professional, Pemerintah Republik Indonesia dengan UU No. 14 tahun 2005 melakukan berbagai langkah strategi yang meliputi:
1)Penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi.
2)Pemenuhan hak dan kewajiban guru sebagai tenaga profesional yang sesuai dengan prinsip profesionalitas.
3)Penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi yang dilakukan secara merata, objektif, dan transparan untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.
4)Penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian para guru.
5)Peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas profesional.
6)Peningkatan peran organisasi profesi untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional.
7)Penguatan kesetaraan antara guru yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan guru yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
8)Penguatan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah dalam merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga professional.
9)Peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban guru.

4.Kompetensi Guru
Menurut Charles (1994 dalam Mulyasa, 2007: 25) kompetensi adalah perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Sarimaya (2008: 17) memaknai kompetensi guru sebagai kebulatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang bewujud tindakan cerdas dan penuh tanggungjawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran. Sedangkan menurut Broke and Stone dalam Mulyasa (2007: 25) kompetensi guru sebagai; descriptive of qualitative nature of teacher behavior appears to be entirely meaningful (kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang hakekat perilaku guru yang penuh arti).
Dari pendapat tersebut di atas, maka jelas suatu kompetensi harus didukung oleh pengetahuan, sikap, dan apresiasi. Artinya, tanpa pengetahuan dan sikap tidak mungkin muncul suatu kompetensi tertentu. Sehingga kompetensi guru dapat dianggap kompeten jika memiliki kemampuan, pengetahuan dan sikap yang mampu mendatangkan apresiasi bagi guru.
Suparno (2003: 47-53) menjabarkan tiga kompetensi guru yang harus dimiliki dan selalu dikembangkan oleh guru agar dapat melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan maksimal. Tiga kompetensi tersebut ialah; a) kemampuan kepribadian, b) kemampuan bidang studi, dan c) kemampuan dalam pembelajaran dan pendidikan.
a.Kemampuan Kepribadian
Kemampuan ini lebih menyangkut jati diri guru sebagai pribadi yang baik, tanggung jawab, terbuka dan terus belajar untuk maju. Untuk itu hal hal yang mesti ditekankan kepada guru ialah beriman dan bermoral, aktualisasi diri yang tinggi sebagai bentuk tanggung jawab, berdisiplin serta mau terus mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya.
b.Kemampuan Bidang Studi
Kemampuan ini memuat pemahaman akan karakteristik dan isi bahan ajar, menguasai konsep, mengenal metodologi ilmu, memahami konteks ilmu yang diajarkan dan kaitanya ilmu tersebut dengan ilmu lain serta dengan masyarakat. Untuk itu guru dituntut untuk: menguasai bahan yang menjadi tugasnya, memahami metode ilmu tersebut bekerja dan memahami konteks ilmu tersebut dengan kondisi kekinian.
c.Kompetensi dalam Pembelajaran dan Pendidikan
Kemampuan ini memuat pemahaman akan sifat, ciri anak didik dan perkembanganya, mengerti konsep pendidikan, menguasai metode pengajaran, serta menguasai evaluasi sehingga mampu meningkatkan kemampuan siswa. Untuk kompeten dalam hal itu, guru mesti mengenal peserta didik, menguasai teori tentang pendidikan dan menguasai bermacam macam model pembelajaran serta teknik evaliasi pembelajaran.

Sedangkan menurut Undang Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Dalam rangka melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, diterbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa standar kompetensi guru dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu: 1) kompetensi pedagogik, 2) kompetensi kepribadian, 3) kompetensi sosial, dan 4) kompetensi profesional.
1)Kompetensi Pedagogik
Yang termasuk kompetensi pedagogik antara lain (1) memahami peserta didik, (2) merancang pembelajaran, (3) melaksanakan pembelajaran, (4) merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran, dan (5) mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2)Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian: (1) mantap dan stabil, bertindak sesuai dengan norma hukum, norma sosial, bangga sebagai pendidik, konsisten dalam bertindak; (2) dewasa, menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja; (3) arif, menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat dan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak; (4) berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan disegani; (5) berakhlak mulia dan menjadi teladan bagi peserta didik.
3)Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam hal menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi antara lain; (1) menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk menambah wawasan dan (2) memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
4)Kompetensi Sosial
Kompetensi ini antara lain; (1) mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, (2) mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan, dan (3) mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.

Sebagai perbandingan, di salah satu Negara bagian Amerika Serikat yaitu Florida. Menurut Suell dan Piotrowski (2006) Negera menetapkan 12 kompetensi guru yang dikenal sebagai "Educator Accomplished Practices" yaitu meliputi: (1) penilaian, (2) komunikasi, (3) kemajuan berkelanjutan, (4) pemikiran kritis, (5) keaneka ragaman, (6) etika, (7) pengembangan manusia dan pelajaran, (8) pengetahuan pokok, (9) belajar lingkungan, (10) perencanaan, (11) peran guru, dan (12) teknologi.

sumber: http://tjiptosubadi.blogspot.com

Pembelajaran yang Inovatif

Guru adalah jabatan dan pekerja profesioal, indikator untuk mengukur keprofesionalan adalah jika kelas yang diasuh menjadi “surganya siswa untuk belajar”, atau “kehadiran seorang sebagai guru di kelas selalu dinantikan siswa” (Sugiyanto, 2008: 5). Sudahkah pembelajaran kita mencapai kondisi yang demikian? Selain tugas profesional tersebut guru juga harus berperan sebagai sumber belajar, fasilitator, pengelola, demonstrator, pembimbing, motivator dan evaluator. Jika peran ini dijalankan dengan baik dan benar maka usaha memberikan pelayanan pembelajaran yang optimal kearah pendekatan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM) Insya Allah dapat dicapai. Perlu diingat bahwa kemampuan menerapkan pendekatan PAIKEM tersebut diperlukan model pembelajaran yang inovatif. Joyce dan Weil (1986) menjelaskan bahwa hakikat mengajar adalah membantu siswa memperoleh informasi, ketrampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara belajar bagaimana belajar.
Banyak model atau strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dalam usaha meningkatkan kualitas guru. Diantaranya adalah: 1) Model Pembelajaran Kontektual, 2) Model Pembelajaran Quantum, 3) Model Pembelajaran Terpadu, 4) Model Pembelajaran Berbasis Masalah, dan 5) Model Pembelajaran Kooperatif.

1.Model Pembelajaran Kontektual
Model Pembelajaran Konstekstual (Constextual Teaching and Learning) sering disingkat dengan istilah CTL. Howey (dalam Reese: 2002) mengutip definisi pengajaran kontekstual dari Office of Vocational and Adult Education sebagai pengajaran yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran yang di dalamnya siswa memanfaatkan pemahaman dan keterampilan akademiknya dalam konteks yang bervariasi baik dalam sekolah maupun diluar sekolah untuk memecahkan situasi atau masalah dunia nyata, baik sendiri maupun secara bersama-sama.
Pembelajaran kontekstual memiliki karateristik, menurut Masnur Muslich (2007) karakteristik pembelajaran kontekstual adalah:
a.Learning in real life setting, yakni pembelajaran yang diarahkan ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau dalam lingkungan yang alamiah.
b.Meaningful learning, yakni pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna.
c.Learning by doing, yakni pembelajaran yang dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
d.Learning in a group, yakni pembelajaran yang dilaksanakan melalui kerja kelompok.
e.Learning to ask, to inquiry, to work together, yakni pembelajaran yang dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerjasama.
f.Learning as an enjoy activity, yakni pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan.

Menurut Nurhadi (2002) pendekatan pembelajaran kontekstual memiliki tujuh komponen pendekatan, yaitu: (1) constructivism (konstruktivisme), (2) inquiry (menemukan), (3) questioning (bertanya), (4) learning community (masyarakat belajar), (5) modelling (pemodelan) (6) reflection (refleksi), (7) authentic assessment (penilaian yang sebenarnya). Penjelasan dari ketujuh komponen tersebut di atas menurut Harta (2009: 41) adalah sebagai berikut:
Constructivism adalah suatu pembelajaran yang menekankan terbentuknya pemahaman siswa secara aktif, kreaktif, dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Sedangkan inquiry (menemukan) merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontektual yang diawali dengan pengamatan terhadap fenomena, yang dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Siklus inkuiri dimulai dari observasi, bertanya, hipotesis, pengumpulan data, dan penyimpanan.
Quistioning (bertanya). Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Bertanya merupakan strategi pokok dalam pembelajaran yang berbasis kontektual. Strategi ini dipandang sebagai upaya guru yang dapat membantu siswa untuk mengetahui sesuatu, memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berpikir siswa. Sehingga penggalian informasi menjadi lebih efektif, terjadinya pemantapan pemahaman lewat diskusi., bagi guru bertanya kepada siswa bisa mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
Learning Community. Masyarakat belajar yaitu hasil belajar bisa diperoleh dengan berbagai antar teman, antar kelompok, antar yang tahu kepada yang belum tahu, baik di dalam maupun diluar kelas. Adapun prinsipnya adalah hasil belajar yang diperoleh dari kerja-sama, sharing terjadi antara pihak yang memberi dan menerima, adanya kesadaran akan manfaat dari pengetahuan yang mereka dapat.
Modelling. Maksud dari pemodelan dalam pembelajaran kontektual bahwa pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru oleh siswa. Misalnya cara menggunakan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertontonkan suatu penampilan, Cara semacam ini akan lebih cepat dipahami oleh siswa. Adapun prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru adalah contoh yang bisa ditiru , contoh yang dapat diperoleh langsung dari ahli yang berkompeten.
Reflection. Refleksi juga bagian penting dalam pembelajaran dengan pendekatan kontektual. Refleksi adalah cara berpikir tentang apa-apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan pada masa lalau. Siswa mengedepankan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan baru yang merupakan pengayaan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian aktivitas atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya adalah pengayaan dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Adapun prinsip dalam penerapannya adalah perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh respon atas kejadian atau penyampaian penilaian atas pengetahuan yang baru diterima.
Authentic Assessment. Penilaian yang sebenarnya adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Sehingga penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika proses pembelajaran berlangsung. Adapun penerapannya adalah untuk mengetahui perkembangan belajar siswa, penilaian dilakukan secara komprehensif antara penilaian proses dan hasil, guru menjadi penilai yang konstruktif , memberikan siswa kesempatan untuk mengembangkan penilaian diri.

2.Model Pembelajaran Kuantum
Model ini disajikan sebagai salah satu strategi yang dapat dipilih guru agar pembelajaran dapat berlangsung secara menyenangkan (enjoyful learning). Model ini merupakan ramuan dari berbagai teori psikologi kognitif dan pemrograman neurologi/neurolinguistik yang jauh sebelumnya sudah ada. Penggagas model ini De Porter dalam Quantum Learning (1999: 16). Ia menjelaskan bahwa Quantum Learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar dengan teori keyakinan, dan metode kami sendiri. Termasuk diantaranya konsep-konsep kunci dari berbagai teori, seperti; teori otak kanan/kiri, teori otak triune, pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik), teori kecerdasan ganda, pendidikan holistik, belajar berdasarkan pengalaman, belajar dengan simbol, belajar dengan simulusi/permainan.
Ada beberapa karakteristik umum, menurut De Porter dalam Sugiyanto (2008: 11) yang tampak membentuk sosok pembelajaran kuantum; 1) Berpangkal pada psikologi kognitif. 2) Lebih bersifat humanistis, manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatian. (3) Lebih bersifat kontruktivistis, bukan positivistis-empiris, behavioristis, dan atau naturasionistis. 4) Memadukan menyinergikan, dan mengolaborasikan faktor potensi diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan (fisik dan mental) sebagai konteks pembelajaran. 5) Memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekedar transaksi makna. 6) Menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi. 7) Menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifialan atau keadaan yang dibuat-buat. 8) Menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran. 9) Memadukan konteks dan isi pembelajaran. 10) Memusatkan perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan hidup, dan prestasi fisikal atau material. 11) Menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting prosespembelajaran. 12) Mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban. 13) Mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran.

3.Model Pembelajaran Terpadu
Model pembelajaran terpadu penting disajikan, karena dalam Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2006 tentang Strandar Isi, IPS dan IPA merupakan mata pelajaran di SMP yangharus disajikan secara terpadu, namun penerapan model pembalajaran terpadu tersebut menemui banyak hambatan dilapangan karena memberikan beban berat bagi guru IPS dan IPA. Hal ini disebabkan: (1) Semua guru IPS dan IPA di SMP tidak ada yang berlatar belakang Pendidikan IPS/IPA tetapi hanya berlatar belakang salah satu pendidikan IPS/IPAyaitu; (sarjana pendidikan sejarah, sarjana pendidikan ekonomi, dan sarjana pendidikan geografi, sarjana pendidikan fisika, sarjana pendidikan biologi, sarjana pendidikan kimia), sehingga materi ajar yang dikuasai guru hanyalah materi salah satu dari rumpun IPS/IPA tersebut. (2) Selama kuliah para guru belum diajarkan mengemas bahan ajar dengan model terpadu.
Model pembelajaran terpadu menurut Ujang Sukamdi dkk (2001: 3) pengajaran terpadu pada dasarnya sebagai kegiatan mengajar dengan memadukan beberapa mata pelajaran dalam satu tema. Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan cara ini dapat dilakukan dengan mengajarkan beberapa materi pelajaran disajikan tiap pertemuan. Menurut Anitah (2003: 16-17) pembelajaran terpadu mempunyai banyak keuntungan dan kelebihan: (1) Dapat meningkatkan kedalaman dan keluasan dalam belajar. (2) Memberikan kesadaran metakognitif kepada pebelajar. (3) Memudahkan pebelajar untuk memahami alasan mengerjakan sesuatu yang dikerjakan. (4) Hubungan antara isi dan proses pembelajaran menjadi lebih jelas. (5) Tansfer konsep antar isi bidang studi lebih baik.
Menurut Forgaty (1991: 5) membagi 10 model yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran terpadu, yaitu ; (1) Fragmented model, (2) Connected model, (3) Nested model, (4) Sequencedmodel, (5) Share model (6) Webbed model, (7) Threathed model, (8) Networked model , (9) Immersed model, (10) Integrated model. Kesepuluh model pembelajaran terpadu tersebut merupakan suatu kontinum dari model yang terpisah sampai model dengan keterpaduan yang komplek. Dari sepuluh model tersebut menurut Hamid (1997: 112) dapat direduksi menjadi lima langkah untuk perencanaan pembelajaran terpadu, yaitu; (a) pemetaan kompetensi dasar, (b) penetuan tema, (c) Penjabaran KD kedalam indikator, (d) pengembangan silabi, (e) penyusunan skenario pembelajaran.

4.Model PBL (Problem Based Learning)
Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) mengambil psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya. Pembelajaran ini bermula dari suatu program inovasi yang dikembangkan di Kanada oleh Fakultas Kedokteran Universitas McMaster berdasarkan kenyataan bahwa banyak lulusannya yang tidak mampu menerapkan pengetahuan yang dipelajari dalam praktek sehari-hari.
Pembelajaran ini menjelaskan bahwa suatu teknik pembelajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para siswa belajar berpikir kritis dan berlatih memecahkan masalah yang kemudian siswa memperoleh ilmu pengetahuan. Barrow (1996) menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah ini merupakan proses yang aktif, terintegrasi, dan konstruktif yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial dan kontekstual. Wilkerson dan Gijselaers (1996) menambahkan pembelajaran berbasis masalah ini berpusat pada siswa (students centered), peran guru sebagai fasilitator, dan tersedianya soal terbuka (open ended question) yang digunakan untuk memusatkan perhatian awal untuk belajar.
Ada lima tahapan dalam pembelajaran model PBL atau PBM yang utama, yaitu: 1) Orientasi tentang permasalahan. 2) Mengorganisasikan diri untuk meneliti. 3) Investigasi mandiri dan kelompok 4) Pengembangan ide dan mempresentasikan laporan hasil penyelidikan. 5) Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.
Banyaknya model pembelajaran tersebut tidaklah berarti semau guru menerapkan semua model untuk setiap bidang studi, karena tidak semua model pembelajaran itu cocok untuk setiap pokok bahasan dalam setiap bidang studi. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih model pembelajaran, yaitu; (1) Tujuan yang akan dicapai. (2) Sifat bahan/materi ajar. (3) Kondisi siswa. (4) Ketersediaan sarana prasarana belajar. Depdiknas (2005) menjelaskan ada 8 prinsip dalam memilih model pembelajaran, yaitu; (a) Berorientasi pada tujuan. (b) Mendorong aktivitas siswa. (c) Memperhatikan aspek individu siswa. (d) Mendorong proses interaksi. (e) Menantang siswa untuk berpikir. (f) Menimbulkan inspirasi siswa untuk berbuat dan menguji. (g) Menimbulkan proses belajar yang menyenangkan. (h) Mampu memotivasi siswa belajar lebih lanjut.

5.Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksilakan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Menurut Harta (2009: 45) prinsip dasar pembelajaran kooperatif dikembangkan berpijak pada beberapa pendekatan yang diasumsikan mampu meningkatkan proses dan hasil belajar siswa. Pendekatan yang dimaksud adalah belajar aktif, konstruktivistik, dan kooperatif, hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan suatu teknik yang memungkinkan siswa dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Lie (2004: 27) dalam Sugiyanto (2008: 10) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif menciptakan interaksi yang asah, asih, dan asuh sehingga tercipta masyarakat belajar (learning community). Siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari sesama siswa. Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat eleman-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen itu, adalah: (1) Saling ketergantungan positif. (2) Interaksi tatap muka. (3) Akuntabilitas individu. (4) Keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan.
Ada lima tahapan dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu; (1) Mengklarifikasi tujuan dan estlablishing set. (2) Mempresentasikan informasi/mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar. (3) Membentuk kerja kelompok belajar. (4) Mengujikan berbagai materi. (5) Memberikan pengakuan. Model Pembelajaran Kooperatif ini dikembangkan menjadi enam model, yaitu: (a) Student Teams Achievement Division (STAD) (b) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) (c) Jigsaw (d) Learning Together (e) Group Investigation, dan (f) Cooperative Scripting.
a.Student Teams Achievement Division (STAD)
Suatu model kooperatif yang mengelompokkan berbagai tingkat kemampuan yang melibatkan pengakuan tim dan tanggung jawab kelompok untuk pembelajaran individual. Metode ini dikembangkan oleh Robert Slavin (1994) metode ini dilaksanakan dengan mengelompokkan siswa yang beranggotakan 4 siswa perkelompok yang berbeda dalam tingkat kemampuannya. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: 1) Guru membagi kelas (siswa) menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok beranggotakan 4-5 siswa yang heterogin kemampuannya. 2) Guru membagikan topik, lembar kerja akademik kepada tiap-tiap kelompok. 3) Kerja kelompok untuk membahas topik tersebut, anggota kelompok saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok. 4) Guru memberikan evaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah mereka pelajari. 5) Guru memberi skore atas pekerjaan dari siswa. 6) Dan kemudian guru memberi hadiah kepada setiap siswa yang berhasil, sebaliknya guru memberi hukuman yang mendidik kepada yang kurang berhasil, misalnya menyanyi, menghafal surat-surat Al Quran yang pendek.
b.Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
Suatu model pembelajaran yang komprehenship untuk mengajarkan membaca dan menulis di kelas-kelas atas, para siswa bekerja dalam bebarapa tim yang beranggotakan empat siswa. Stevens & Slavin (1995) dalam Harta (2009: 54) menjelaskan bahwa CIRC adalah suatu program konprehensif untuk pembelajaran membaca dan menulis di sekolah dasar , terutama untuk kelas 4, 5 dan 6. Adapun gambaran pelaksanaan pembelajaran CIRC antara laian; Para siswa bekerja dalam beberapa kelompok yang masing-masing beranggotakan empat orang. Mereka melakukan serangkaian kegiatan satu sama lainnya, termasuk membacakan, memperkirakan kelanjutan cerita naratif, menyimpulkan cerita yang dibaca siswa lain, merespos suatu cerita, berlatih mengeja, menafsirkan, dan kosa kata.
c.Jigsaw
Jigsaw adalah suatu pendekatan kooperatif yang setiap timnya beranggotakan 4-6 siswa yang akan mempelajari bahan pembelajaran yang telah dibagi atas enam bagian, satu bagian untuk satu anggota . Dalam Jigsaw setiap kelompok akan mempelajari materi yang telah dibagi atas enam bagian. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :
1)Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok (beberapa tim), tiap kelompok/tim anggotanya terdiri dari 4 -6 siswa dengan karakteristik yang heterogen.
2)Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks; dan setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut.
3)Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu menkaji bagian bahan tersebut. Kumpulan siswa semacam ini disebut “kelompok pakar” (expert group).
4)Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali ke kelompok semula (home teams) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar.
5)Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam “home teams”, para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari. Dalam metode Jigsaw versi Slavin, pemberian skor dilakukan seperti dalam metode STAD. Individu atau tim yang memperoleh skor tinggi diberi penghargaan oleh guru.
d.Learning Together
Learning Together adalah suatu pendekatan kooperatif yang setiap kelompok heterogen beranggotakan 4-5 siswa untuk membahas materi secara bersama-sama. Pendekatan kooperatif heterogen yang dikembangkan oleh David Johnson and Roger Johnson (1999) ini menugaskan setiap kelompok bekerja sama untuk membahas suatu materi. Setiap kelompok mengumpulkan hasil pembahasan dan menerima penghargaan berdasarkan apa yang dihasilkan oleh kelompok tersebut. Model ini menekankan pada kegiatan-kegiatan untuk pembentukan kebersamaan kelompok sebelum bekerja dan diskusi dalam kelompok tentang seberapa baik mereka bekerja sama.
e.Group Investigation
Menurut Harta (2009: 54) Group Investigation adalah suatu pendekatan kooperatif dalam kelompok-kelompok kecil menggunakan teknik inkuiri, diskusi kelompok, dan perencanaan bersama dan proyek. Hasil penyelidikan kemudian disajikan kepada seluruh kelas.
Menurut pendapat (Sharan & Sharan, 1992) Group Investigation merupakan rencana organisasi kelas biasa di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil menggunakan model inkuiri, diskusi kelompok, dan perencanaan bersama dan proyek. Dalam model ini, para siswa membentuk sendiri kelompoknya (2 – 6 orang peserta didik). Setelah memilih subtopik dari topik yang sedang dipelajari oleh seluruh kelas, setiap kelompok memecah subtopik tersebut menjadi tugas-tugas individu untuk dilaksanakan dan dilaporkan sebagai bagian dari tugas kelompok. Masing-masing kelompok kemudian mempresentasikan temuannya kepada seluruh kelas.
Adapun langkah-langkah pembelajarannya Group Investigation menurut Sugiyanto (2008: 45-46) adalah: (a) Seleksi topik; Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented group) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok bersifat heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik, maupunkemampuan akademik. (b) Merencanakan kerja sama; Para siswa dan guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus tugas, dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih seperti langkah di atas. (c) Implementasi; Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah sebelumnya. Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan. (d) Analisis dan sintesis; Para siswa menganalisis dan mensintesiskan berbagai informasi yang diperoleh pada langkah sebelumnya dan merencanakan peringkasan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas. (c) Penyajian hasil akhir; Semua kelompok menyajikan presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa terlibat dan mencapai perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinasikan guru. (e) Evaluasi selanjutnya; Guru beserta para siswa melakukan evaluasi mengenai konstribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individual atau kelompok atau keduanya.
f.Cooperative Scripting
Suatu pengkajian yang menuntut siswa bekerja berpasangan dan secara bergiliran secara lisan menyimpulkan bagian-bagian yang akan dipelajari. Banyak siswa yang menyukai bersama dengan teman sekelas mendiskusikan materi yang mereka dengar atau pelajari di kelas. Formalisasi latihan dengan teman sebaya ini telah diteliti oleh Dansereau (1985) dan rekan-rekannya. Dalam penelitian ini, para siswa belajar berpasangan dan secara bergilir membuat kesimpulan untuk materi yang dipelajarinya. Sementara seorang siswa menyimpulkan untuk rekannya, siswa lainnya mendengarkan dan mengkoreksi setiap kesalahan atau kekurangannya, jika ada. Kemudian kedua siswa bertukar peran, dengan kegiatan yang sama sehingga semua materi telah dipelajari. Penelitian-penelitian yang berhubungan dengan model ini secara konsisten menemukan bahwa para siswa yang mengikuti model ini jauh melebihi siswa yang menyimpulkan atau membaca sendiri (Newbern, Dansereau, Patterson & Wallace, 1994). Penelitian lain menemukan bahwa siswa yang mengajar lebih tinggi dibandingkan dengan rekannya yang berperan sebagai pendengar (Spurlin, Dansereau, Larson & Brooks, 1984; Fuchs & Fuchs, 1997; King, 1997, 1998).

sumber: (http://tjiptosubadi.blogspot.com)

Kepemimpinan Pendidiakn

umar khalid, Mei 2010

A.Pengertian Kepemimpinan
Menurut M. Hanafi kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas tugas dari oang-orang dalam kelompok. Definisi kepemimpinan tersebut menyiratkan bahwa: pertama, kepemimpinan berhubungan dengan penggunaan pengaruh. Kedua, kepemimpinan berhubungan dengan pentingnya agen perubahan yang mampu mempengaruhi perilaku dan kinerja pengikutnya. Dan ketiga, kepemimpinan berhubungan dengan pencapaian tujuan.
Pemimpin mempunyai power yang lebih besar daripada yang dipimpin. Power menurut John French and Bertram Raven didapat dari beberapa sumber, yaitu legitimate, reward, coercive, expert, dan referent.
Legitimate power adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain karena kedudukannya.
Reward power yaitu seseorang memperoleh kekuasaan dari kemampuannya memberikan imbalan kepada orang lain karena kepatuhannya.
Coercive power merupakan kekuasaan yang diperoleh karena kemampuan untuk menghukum.
Expert power merupakan kekuasaan yang didapat karena seseorang mempunyai keahlian tertentu.
Referent power yaitu kekuasaan yang diperoleh karena kharisma kepribadian seseorang.

B.Teori Kepemimpinan
1.Teori Sifat
Teori sifat adalah suatu teori kepemimpinan yang berusaha mengidentifikasikan karakteristik khas (fisik, mental kepribadian) yang diasosiasikan dengan keberhasilan kepemimpinan. Teori ini mengasumsikan bahwa pemimpin mempunyai sifat/karakteristik tertentu yang dibawa sejak lahir. Jadi dengan kata lain teori ini berpendapat bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dipelajari atau diajarkan.

2.Teori Perilaku
Teori perilaku kepemimpinan memfokuskan pada perilaku apa yang dilakukan oleh pemimpin yang membedakan dengan yang tidak memimpin.
Penelitian penting yang berhubungan dengan teori perilaku adalah yang dilakkukan University of Michigan dan Ohio State University.
Penelitian University of Michigan mengidentifikasikan dua gaya kepemimpinan :
a.Job-centered, yaitu pemimpin yang menerapkan pengawasan secara ketat sehingga bawahan melakukan pekerjaan atau tugas berdasarkan prosedur yang telah ditentukan.
b.Employee-centered, yaitu pemimpin yang percaya kepada karyawan dengan mendelegasikan pengambilan keputusan dan membantu pengikutnya dalam memuaskan kebutuhannya dengan cara membangun lingkungan kerja yang suportif.
Penelitian Ohio State University menunjukkan bahwa kepemimpinan yang mempunyai perhatian yang tinggi, yang berarti memperhatikan karyawan, menghasilkan tingkat kepuasan karyawan yang paling tinggi sehingga merupakan kepemimpinan yang efektif.

3.Teori Situasi
Teori ini menyatakan bahwa pemimpin memahami perilakunya, sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan gaya kepemimpinan tertentu.
3.1 Teori Rangkaian Kesatuan dari Tannembaum dan Schmidt
Tannembaum dan Schmidt mengemukakan bahwa pemimpin harus mempertimbangkan tiga kekuatan sebelum melakukan pemilihan gaya kepemimpinan, yaitu :
a.Kekuatan dalam diri pemimpin : sistem nilai, kepercayaan terhadap bawahan, kecenderungan kepemimpinannya, dan perasaan aman dan tidak aman.
b.Kekuatan dalam diri bawahan : kebutuhan akan kebebasan, kebutuhan peningkatan tanggung jawab, ketertarikan dalam menangani masalah, dan harapan dalam keterlibatan membuat keputusan.
c.Kekuatan dari situasi : tipe organisasi, efektifitas kelompok, desakan waktu, dan sifat masalah

3.2 Teori “Contingency” Fiedler
Teori ini mengemukakan bahwa efektifitas suatu kelompok atau organisasi tergantung pada interaksi antara kepribadian pemimpin dan situasi. Teori kepemimpinan menurut Fiedler :
a.Kekuasaan posisi  kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin membuat bawahan mengikuti kemauan pemimpin.
b.Struktur pekerjaan  sejauh mana pekerjaan dapat dirinci dan membuat bawahan bertanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
c.Hubungan antara pemimpin dan bawahan  berkaitan dengan apakah bawahan percaya dan menyukai pemimpinnya dan bersedia mengikuti pemimpinnya.
Situasi yang baik digambarkan sebagai situasi kerja di mana kekuasaan jelas, struktur kerja jelas, dan hubungan antara pemimpin-bawahan baik.

3.3 Teori Model Kepemimpinan Hersey dan Blanchard
Model ini menekankan bahwa efektifitas kepemimpinan tergantung dari kesiapan bawahan. Kesiapan tersebut mencakup kemauan untuk mencapai prestasi, menerima tanggung jawab, kemampuan mengerjakan tugas, dan pengalaman bawahan.
Pada awal perjalanan organisasi pemimpin perlu memberikan instruksi yang lebih rinci mengenai peraturan dan prosedur organisasi sehingga memperjelas situasi kerja pegawai. Setelah organisasi berjalan beberapa waktu, instruksi kerja masih dibutuhkan tetapi pemimpin perlu membina hubungan manusiawi dengan memberi dukungan. Pada tahap pegawai sudah berpengalaman atau dapat mengarahkan diri sendiri, maka gaya kepemimpinan yang longgar dapat dilakukan.

C.Kepala Sekolah
1.Syarat dan Pemilihan Kepala Sekolah
Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan merupakan orang yang paling bertanggung jawab terhadap keberhasilan pendidikan di sekolahnya. Sampai saat ini penunjukkan kepala sekolah masih dilakukan oleh atasan (Dinas Pendidikan Nasional) dengan memperhatikan syarat-syarat yang telah ditentukan, misalnya senioritas, ujian kepala sekolah, dan sebagainya.
Syarat minimal yang harus dipenuhi seseorang yang akan dipilih atau diangkat menjadi kepala sekolah harus mempunyai kemampuan dalam menjalankan tugas dan mempunyai kemampuan dalam membina hubungan baik dengan semua personal sekolah. Adapun syarat-syarat terperinci dapat dirumuskan sesuai dengan kebutuhan sekolah.

2.Tugas dan Tanggung Jawab Kepala Sekolah
Kepala sekolah dan pemimpin sekolah lainnya mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam bidang :
a.kurikulum,
b.personalia,
c.kesiswaan,
d.keuangan,
e.sarana pendidikan,
f.sistem informasi sekolah, dan
g.supervisi pendidikan.
Dalam lingkungan pendidikan yang kompleks dan turbulen fokus perhatian kepala sekolah harus ditujukan kepada kepuasan stake holder. Apabila semua sekolah memfokuskan pada kepuasan stake holder akan terjadi inovasi-inovasi yang dilakukan sekolah.


DAFTAR PUSTAKA

Tim FKIP - UMS. 2004. Manajemen Pendidikan: Pedoman bagi Kepala Sekolah dan Guru. Surakarta: MUP - UMS

KTSP

umar khalid, Mei 2010

A.Pendahuluan
Pemerintah telah mempercepat pencanangan Milenium Development Goals, yang ssemula dicanangkan tahun 2020 dipercepat menjadi tahun 2015. Milenium Development Goals adalah era Pasar Bebas atau Era Globallisasi. Sebagai era pencanangan mutu atau kualitas, siapa yang berkualitas dialah yang akan maju dan mampu mempertahankan eksisitensinya. Oleh karena itu pembangunan SDM yang berkualitas merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Hal tersebut mutlak dilakukan, karena akan menjadi penopang utama pembanguanan nasional yang mandiri dan bekeadilan, Good Governance and Clean Govenance, serta menjadi jalan keluar bagi bangsa Indonesia dari multidimensi krisis, kemiskinan dan kesenjangan ekonomi.
Salah satu cara untuk meningkatkan SDM adalah melalui peningkatan pendidikan. Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan tersebut adalah kurikulum, karena kurikulum meerupakan komponen pendidikan, baik oleh pengelola maupun penyelenggara, khususnya oleh guru dan kepala sekolah. Karena kurikulum dibuat secara sentralistik, setiap satuan pendidikan diharuskan untuk melaksanakan dan mengimplementasikannya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) yang disusun oleh pemerintah pusat menyertai kurikulum tersebut.

B.Apa itu KTSP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. Sekolah dan Komite Sekolah, atau Madrasah dan Komite Madrasah mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi kelulusan.
KTSP merupakan upaya untuk menyempurnakan agar lebih familiar dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan diharapkan memiliki tanggung jawab yang memadai. Penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan merupakaqn keharusan agar sistem pendidikan nasional tersebut selalu relevan dan kompetitive. Hal tersebut juga sejalan dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 35 dan 36 yang menekankan perlunya peningkatan standar nasional pendidikan sebagai acuan kurikulum secara berencana dan berkala dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan yang sudah siap dan mampu mengembangkannya dengan memperhatikan UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversivikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP.
Dalam pengembangan KTSP, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi dan peran stratetgis guru dan dosen yang meliputi :
1.Penegakan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional
2.Pembinaan dan pengembangan potensi guru dan dosen
3.Perlindungan hukum
4.Perlindungan profesi
5.Perlindungan keselamatan dan keselamatan kerja

C.Tujuan KTSP
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (ototnomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum. Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah sebagai berikut
1.Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2.Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
3.Meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.

D.Landasan Pengembangan KTSP
KTSP dilandasi oleh UU dan peraturan pemerintah sebagai berikut :
1.UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
2.Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
3.Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar Isi
4.Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang standar kompetensi kelulusan
5.Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan No. 23

E.Karakteristik KTSP
Karakteristik KTSP dapat diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga pendidikan, serta sistem penilaian karakteristik KTSP sebagai berikut ”pemberian otonomi yang luas kepada sekolah satuan pendidikan, partisipasi masyarakat dan orang tua yang tinggi, kepemimpinan yang demokratis dan profesional , serta tim kerja yang kompak dan transparan.

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK)
Sumber: http://budi.student.fkip.uns.ac.id/


A.Pengertian Kompetensi dan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Mc Ashan (1981:45) mengemukakan bahwa kompetensi “….is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the exent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Kompetensi yang harus dikuasai peserta didik perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai, sehingga wujud hasil belajar peserta didik yang mengacu pada pengalaman langsung. Peserta didik perlu mengetahui tujuan belajar, dan tingkat-tingkat penguasaan yang akan digunakan sebagai kriteria pencapaian secara eksplisit, dikembangkan berdasarkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan memiliki kontribusi terhadap kompetensi yang sedang dipelajari.
Berdasarkan pengertian diatas, Kurikulum Berbasis Kompetensi dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Kurikulum berbasis kompetensi diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketetapan dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.
Kurikulum Berbasis Kompetensi memfokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau ketrampilan peserta didik sebagai suatu kriteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran perlu diarahkan untuk membantu peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkat kompetensi minimal agar mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan. Sesuai dengan konsep belajar tuntas dan pengembangan bakat, setiap peserta didik harus diberi kesempatan untuk mencapai tujuan sesuai dengan kemampuan dan kecepatan belajar masing-masing.
Kurikulum Berbasis Kompetensi menuntut guru yang berkualitas dan professional untuk melakukan kerjanya dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Meskipun demikian, konsep ini tentu saja tidak dapat digunakan sebagai resep memecahkan semua masalah pendidikan. Namun, dapat memberi sumbangan yang cukup signifikan terhadap perbaikan pendidikan.
Dalam hubungannya dengan pembelajaran, kompetensi menunjuk kepada perbuatan yang bersifat rasional dan memenuhi spesifikasi tertentu dalam proses belajar. Kompetensi selalu dilandasi oleh rasionalitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran “mengapa dan bagaimana “ perbuatan tersebut dilakukan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan indikator yang menunjuk kepada perbuatan yang bisa diamati dan sebagai konsep yang mencakup aspek-aspek pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap, serta tahap-tahap pelaksanaannya secara utuh. Kompetensi tersebut terbentuk secara transaksional, bergantung pada kondisi-kondisi dan pihak-pihak yang terlibat secara aktual.

B.Landasan Teoritis yang Mendasari KBK
Ada 3 landasan yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu :
1.Adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok kearah pembelajaran individual.
Dalam pembelajaran individual setiap peserta didik dapat belajar sendiri, sesuai dengan cara dan kemampuannya masing-masing, serta tidak bergantung orang lain. Untuk itu diperlukan pengaturan kelas yang fleksibel baik sarana maupun waktu, karena dimungkinkan peserta didik belajar dengan kecepatan yang berbeda, penggunaan alat yang berbeda serta mempelajari bahan ajar yang berbeda pula.
2.Pengembangan konsep belajar tuntas ( mastery learning ) atau belajar sebagai penguasaan (learning of mastery ).
Suatu falsafah pembelajaran yang mengatakan bahwa dengan sistem pembelajaran yang tepat, maka semua peserta didik dapat mempelajari semua bahan yang diberikan dengan hasil yang baik.
3.Pendefinisian kembali terhadap bakat.
Dalam kaitan ini Hall (1986 ) menyatakan bahwa setiap peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, jika diberikan waktu yang cukup. Jika asumsi itu diterima maka perhatian harus dicurahkan kepada waktu yang diperlukan untuk kegiatan belajar.

Implikasinya terhadap pembelajaran:
a)Pembelajaran perlu lebih menekankan pada kegiatan individual meskipun dilaksanakan secara klasikal, dan perlu memperhatikan perbedaan peserta didik.
b)Perlu diupayakan lingkungan belajar yang kondusif, dengan metode dan media yang bervariasi, sehinnga memungkinkan setiap peserta didik belajar dengan tenang dan menyenangkan.
c)Dalam pembelajaran perlu diberikan waktu yang cukup, terutama dalam penyelesaian tugas atau praktek, agar setiap peserta didik dapat mengerjakan tugas belajarnya dengan baik.
Ashan ( 1981 ) mengemukakan 3 hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu penetapan kompetensi yang hendak dicapai, pengembangan strategi untuk mencapai kompetensi dan evaluasi.

C.Karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi
Karakteristik kurikulum berbasis kompetensi antara lain mencakup seleksi kompetensi yang sesuai, spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan kesuksesan pencapaian kompetensi dan pengembangan sistem pembelajaran. Kurikulum berbasis kompetensi juga memiliki sejumlah kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik, penilaian dilakukan berdasarkan standar khusus sebagai hasil demonstrasi kompetensi yang ditunjukkan oleh peserta didik. Pembelajaran telah menekankan pada kegiatan individual personal untuk menguasai kompetensi yang dipersyaratkan, peserta didik dapat dinilai kompetensinya kapan saja dan bila mereka telah siap, dan dalam pembelajaran peserta didik dapat maju sesuai dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing.
Depdiknas (2002 ) mengemukakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi memilki karakteristik sbb:
1)Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
2)Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3)Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan-pendekatan metode yang bervariasi.
4)Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memiliki unsur educatif.
5)Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

Inovasi Pembelajaran

umar khalid, Mei 2010

Pembelajaran inovatif juga mengandung arti pembelajaran yang dikemas oleh guru atau instruktur lainnya yang merupakan wujud gagasan atau teknik yang dipandang baru agar mampu memfasilitasi siswa untuk memperoleh kemajuan dalam proses dan hasil belajar. Berdasarkan definisi secara harfiah pembelajaran inovatif tersebut, tampak di dalamnya terkandung makna pembaharuan. Gagasan pembaharuan muncul sebagai akibat seseorang merasakan adanya anomali atau krisis pada paradigma yang dianutnya dalam memecahkan masalah belajar. Oleh sebab itu, dibutuhkan paradigma baru yang diyakini mampu memecahkan masalah tersebut. Perubahan paradigma seyogyanya diakomodasi oleh semua manusia, karena manusia sebagai individu adalah makhluk kreatif. Namun, perubahan sering dianggap sebagai pengganggu kenyamanan diri,karena pada hakikatnya seseorang secara alamiah lebih mudah terjangkit virus rutinitas.

A.Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang menggunakan tema dalam mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta dalam Surtikanti & Joko Santoso: 2009). Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya: 1) siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu; 2) siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antarmata pelajaran dalam tema yang sama; 3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan; 4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa; 5) siswa mampu lebih merasakan manfaat dari makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas; 6) siswa mampu lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasinya untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain; 7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain (Supraptiningsih: 2009):
a.Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar.
b.Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa.
c.Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama.
d.Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa.
e.Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya.
f.Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

Karakteristik pembelajaran tematik menurut Surtikanti & Joko Santoso (2008: 90-91) adalah sebagai berikut :
a.Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
b.Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
c.Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antarmata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
d.Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari.
e.Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel), di mana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan di mana sekolah dan siswa berada.
f.Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
g.Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.

B.Pembelajaran Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan. (Lutfizulfi: 2008, http://lutfizulfi.wordpress.com)
Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu :
1.Modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh)
2.Questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi)
3.Learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan)
4.Inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan)
5.Constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis)
6.Reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut)
7.Authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya dari berbagai aspek dengan berbagai cara)

Jaringan Internet sebagai Media Pembelajaran

umar khalid, Mei 2010

JARINGAN INTERNET SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN
Internet memberikan kontribusi yang sangat besar didalam membantu setiap dimensi yang ada untuk selalu mendapatkan informasi yang up to date. Dengan demikian dalam dunia pendidikan, berkat adanya jaringan internet, maka dapat membantu setiap penyedia jasa pendidikan untuk selalu mendapat informasi-informasi yang terkini dan sesuai dengan kebutuhan. Setelah melaksanakan pembelajaran memanfaatkan internet ternyata terdapat beberapa pengaruh / dampak yang positif pada minat siswa, tingkat pemahaman, kemampuan berfikir ilmiah dan spontanitas pemahaman.
Ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media. Kriteria pertamanya adalah biaya. Biaya memang harus dinilai dengan hasil yang akan dicapai dengan penggunaan media itu. Kriteria lainnya adalah ketersedian fasilitas pendukung seperti listrik, kecocokan dengan ukuran kelas, keringkasan, kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan dan yang terakhir adalah kegunaan. Semakin banyak tujuan pembelajaran yang bisa dibantu dengan sebuah media semakin baiklah media itu.

Restrukturisasi Kelas Berbasis Teknologi
Pembelajaran tidak hanya terpaku pada kegiatan yang lebih dari hanya berbicara dan transfer pengetahuan, seiring dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi dilklat mencari bentuk baru dalam proses pembelajaran anak. Pembelajaran yang dimaksudkan adalah perkembangan teknologi dimasa kini dan mendatang murid butuh untuk persiapan dirinya trutama kaitanyya dengan pengembangan projeck-projeck yang haerus dikerjakan baik secara individual maupun kelompok. Hal ini tentunya mendorong guru untuk lebih bertindak sebagai coaching dari pada hanya sekedar telling dan spending ilmu pengetahuan.
Pemanfaatan teknologi informasi adalah basis dalam pengembangan pembelajaran di dalam kelas, baik dalam pengaturan kelas dengan alat teknologi tersebut (praktek), maupun kelas yang di sett dengan alat teknologi yang memungkinkan anak dapat mempelajari apa yang diinginkannya dengan bantuan alat teknologi tersebut. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa teknologi memberikan dan nenuntut hal-hal berikut (http://inovasipendidikan.wordpress.com) :
1.Menuntut guru melakukan pekerjaan dan alat yang lebih rumit;
2.Mengarah kepada peran guru sebagai pelatih dari pada sebagai penyalur pengetahuan;
3.Menyediakan kesempatan kepada guru untuk mempelajarai isi pembelajaran kembali dan menggunakan metode yang tepat berdasarkan kurikulum yang ada.
4.Dapat memberikan dorongan kepada murid untuk bekerja lebih keras dan lebih berhati-hati dalam belajar;
5.Membangun budaya nilai dan mutu pekerjaan dalam diklat secara signifikan.

Pentingnya Guru yang Inovatif dalam Restrukturisai Kelas Berbasis Teknologi
Setiap guru menghendaki muridnya dapat belajar dan sukses dalam belajarnya. Keberhasilan dalam belajar murid akan bergantung kepada usaha-usaha guru memberikan arahan dan memberikan bantuan dalam kegiatan belajar tersebut. Dengan perbedaan yang dimiliki oleh murid teknologi memungkinkan secara individual projek-projek perorangan dapat dilakukan dengan maksimal, tentunya dengan bantuan dan dorongan dari guru.
Guru yang inovatif sangat dibutuhkan dalam memanfaatkan teknologi sebagai alat bantu dalam pembelajaran yang akan dilakukannya, dimulai dari kegiatan merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran sampai kepada penilaian hasil belajar akan membutuhkan energi yang tinggi. Oleh karena itu orang kreatif itu akan mudah dalam menemukan inovasi-inovasi yang memungkinkan kegiatan pembelajarannya lebih cepat, lebih berhasil, dan lebih bermanfaat bagi murid.

Kelebihan dan Kelemahan Penggunaan Jaringan Internet sebagai Media Pembelajaran
Ada beberapa keuntungan jikalau kita menggunakan internet sebagai media pembelajaran dalam pendidikan (Supardi: 2008):
1.Frekuensi tatap muka bukan lagi menjadi suatu kebutuhan yang mutlak, namun hal ini bisa diatasi dengan penyediaan bahan-bahan pengajaran yang dapat langsung diakses melalui internet.
2.Peserta didik dapat langsung mendapatkan bahan-bahan yang selalu up-to date.
3.Peserta didik dapat memperkaya bahan-bahan yang ada dengan melakukan pencaharian di internet.

Manfaat internet pada dasarnya tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan yang ada. Hal ini sangat tergantung pada institusi pendidikan, apalagi jikalau metode ini dipergunakan maka akan berimplikasi pada : 1) ketersediaan sarana pendukung yang harus menunjang; 2) ketersediaan jaringan internet yang memadai; 3) serta perlu pula didukung oleh tingkat kecepatan yang memadai. Menurut Soekartawi ( dalam Supardi: 2008), menyatakan bahwa kelemahan penggunaan internet adalah :
1.Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar;
2.Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial;
3.Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan;
4.Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT;
5.Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal;
6.Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon ataupun komputer);
7.Kurangnya tenaga yang mengetahui.

Inovasi Pendidikan

umar khalid, Mei 2010


I.ORIENTASI INOVASI PENDIDIKAN
Inovasi dalam pendidikan diarahkan untuk peningkatan mutu sekolah bahkan dalam skala besar diarahkan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Adapun masalah-masalah yang menuntut diadakan inovasi pendidikan di Indonesia, yaitu (Sutarno dan Sri Fatmawati: 2009, dalam http://physicsmaster.orgfree.com):
1.Perkembangan ilmu pengetahuan menghasilkan kemajuan teknologi yang mempengaruhi kehidupan social, ekonomi, politik, pendidikan dan kebudayaan bangsa Indonesia. Sistem Pendidikan yang dimiliki dan dilaksanakan di Indonesia belum mampu mengikuti dan mengendalikan kemajuan-kemajuan tersebut, sehingga dunia pendidikan belum dapat menghasilkan tenaga-tenaga pembangunan yang terampil, kreatif, dan aktif sesuai dengan tuntutan dan keinginan masyarakat.
2.Laju eksplorasi penduduk yang cukup pesat, yang menyebabkan daya tampung, ruang, dan fasilitas pendidikan yang sangat tidak seimbang.
3.Melonjaknya aspirasi masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik, sedangkan dipihak lain kesempatan sangat terbatas.
4.Mutu pendidikan yang dirasakan makin menurun, yang belum mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
5.Belum mekarnya alat organisasi yang efektif, serta belum tumbuhnya suasana yang subur dalam masyrakat untuk mengadakan perubahan-perubahan yang dituntut oleh keadaan sekarang dan yang akan datang.

Perkembangan tuntutan dunia kerja yang semakin modern dan menuntut berbagai kemampuan spesialisasi yang khusus, berimplikasi pada sistem dan proses pada dunia pendidikan. Sesuai dengan tuntutan masyarakat maka proses pembelajaran harus dapat memberikan pengalaman yang nyata pada siswa dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga berkaitan dalam penerapan konsep, kaidan dan prinsip ilmu pengetahuan yang dipelajari dengan tuntutan dunia kerja. Jadi dalam proses pendidikan, siswa diharapkan mendapatkan pengalaman langsung yang memungkinkan mereka memperoleh informasi melalui pengalaman indrawi. Jika dalam beberapa topik guru tidak mungkin menyediakan pengalaman nyata, maka disinilah guru perlu berinovasi untuk mencari solusinya. Dalam hal ini guru harus dapat merancang sebuah model atau situasi buatan dalam bentuk simulasi.

II.PENGERTIAN INOVASI PENDIDIKAN
A.Pengertian Inovasi
Inovasi kadang pula diartikan sebagai penemuan, namun berbeda maknanya dengan penemuan dalam arti discovery atau invention (invensi). Discovery mempunyai makna penemuan sesuatu yang sebenarnya sesuatu itu telah ada sebelumnya, tetapi belum diketahui. Sedangkan invensi adalah penemuan yang benar-benar baru sebagai hasil kegiatan manusia. Prof. Dr. Anna Poejiadi (dalam http://inovasipendidikan.wordpress.com) memberikan penjelasan: secara harfiah to discover berarti membuka tutup. Artinya sebelum dibuka tutupnya, sesuatu yang ada di dalamnya belum diketahui orang. Sebagai contoh perubahan pandangan dari geosentrisme menjjadi heliosentrisme dalam astronomi. Nicolaus Copernicus memerlukan waktu bertahun-tahun guna melakukan pengamatan dan perhitungan untuk menyatakan bahwa bumi berputar pada porosnya, bahwa bulan berputar mengelilingi matahari dan bumi, bahwa planet-planet lain juga berputar mengelilingi matahari. Kesalahan besar yang ia lakukan adalah bahwa ia yakin semua planet (termasuk bumi dan bulan) mengelilingi matahari dalam bentuk lingkaran. Penemuan ini menggugah Tycho Brahe melakukan pengamatan lebih teliti terhadap gerakan planet. Data pengamatan kemudian membuat Johanes Kepler akhirnya mampu merumuskan hukum-hukum gerak planet yang tepat. Penemuan ketiga tokoh tersebut merupakan ”discovery”. Sedangkan invent yang dalam kamus didefinisikan sebagai menciptakan sesuatu yang baru yang tidak pernah ada sebelumnya. Contoh invention adalah penemuan Thomas Alva Edison, yaitu penemuan perekam suara elektronik, penyempurnaan mesin telegram yang secara otomatis mencetak huruf mesin, mesin piringan hitam, dan pengembangan bola lampu pijar.
Inovasi diartikan penemuan dimaknai sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang baik berupa discovery maupun invensi untuk mencapai tujuan atau untuk memecahkan masalah tertentu. Dalam inovasi tercakup discovery dan invensi.
Berikut definisi inovasi dari berbagai sumber.
1.Inovasi adalah pemasukan hal-hal yg baru; pembaruan. (Kamus Bahasa Indonesia: 2008)
2.Kata innovation yang seringkali diterjemahkan sebagai pembaharuan selalu dirangkai dengan penemuan (invention) sehingga pengertian inovasi merupakan hasil penemuan baru akibat adanya perubahan. Kata inovation dalam khasanah bahasa Indonesia telah diserap sebagai istilah indonesia ‘inovasi’ yang dimaknakan sebagai suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau bagi masyarakat luas. (Supriyanto, 2007: 1)
3.Inovasi adalah memperkenalkan ide baru, barang baru, pelayanan baru dan cara-cara baru yang lebih bermanfaat. Inovasi atau innovation berasal dari kata to innovate yang mempunyai arti membuat perubahan atau memperkenalkan sesuatu yang baru. (http://all-about-trick.blogspot.com)
4.Menurut Rasli inovasi adalah perkataan yang berasal daripada bahasa Latin ‘innovare’ yang bermaksud memperbaharui atau meminda. Setiap perniagaan mesti melalui proses inovasi dari semasa ke semasa untuk menjamin kesinambungan operasinya. Menurutnya, proses inovasi adalah satu proses yang berterusan bagi memastikan perusahaan akan dapat meneruskan persaingan dalam pasaran. Menurut Hussin inovasi bisa dirumuskan sebagai satu proses penambahbaikan kepada pengeluaran sesuatu produk atau peningkatan sesuatu perkhidmatan, dengan menggunakan idea-idea baru. Perubahan ini bagi memenuhi kehendak dan tuntutan pelanggan serta meningkatkan keuntungan sesebuah organisasi. (Saputra: 2009, dalam http://h210189.blog.binusian.org)

B.Karakteristik Inovasi
Dari pengertian inovasi tersebut dapat ambil karakteristik atau ciri-ciri dari inovasi, yaitu (Miranda, dalam http://dianmiranda.wordpress.com):
Baru, berbeda dari hal atau keadaan sebelumnya.
Kualitatif, peningkatan nilai guna dan nilai tambah pada peningkatan mutu.
Hal, mencakup berbagai komponen dan aspek dalam pendidik baik berupa ide, kegiatan/praktek kerja, dan hail produksi.
Unsur kesengajaan, dilaksanakan secara terencana.
Meningkatkan kemampuan, meningkatkan kemampuan berbagai sumber masukan yang ada dalam pendidikan yang meliputi unsur manusia, kemampuan dana, sarana dan prasarana.
Tujuan, mempunyai kejelasan sasaran dan hasilnya.

Adapun karakteristik atau ciri-ciri suatu inovasi yang lain adalah sebagai berikut (Kusuma: 2010, dalam http://fajarkusuma.student.umm.ac.id) :
1.Keuntungan relatif, yaitu sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya. Tingkat keuntungan atau kemanfatan suatu inovasi dapat diukur berdasarkan nilai ekonominya atau dari faktor sosial, kesenangan, kepuasan, atau karena mempunyai komponen yang sangat penting. Makin menguntungkan bagi penerima makin cepat tersebarnya inovasi.
2.Kompatibel, yaitu tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai, pengalaman lalu dan kebutuhan dari penerima. Inovasi yang tidaksesuai dengan nilai atau norma yang diyakini oleh penerima tidak akan diterima secepat inovasi yang sesuai dengan norma yang ada di masyarakat. Misalnya penyebarluasan penggunaan alat kontrasepsi di masyarakat yang keyakinan agamanya melarang penggunaan alat tersebut maka tentu saja penyebaran inovasi akan terhambat.
3.Kompleksitas, yaitu tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi bagi penerimanya.
4.Triabilitas, yaitu dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh penerima. Misalnya, penyebaranluasan penggunaan bibit unggul padi gogo akan cepat diterima oleh masyarakat jira masyarakat daapt mencoba dulu untuk menanam dan dapat melihat hasilnya.
5.Dapat diambil (observabilitas), yaitu mudah tidaknya diamati suatu hasil inovasi. Misalnya, mengajak para petani yang tidak dapat membaca da menulis untuk relajar mambaca dan menulis tidakakan segera diikuti oleh para petani karena para petani tidak cepat melihat hasilnya secara nyata.

C.Pengertian Inovasi Pendidikan
Berikut pengertian inovasi pendidikan:
1.Hamijoyo mengemukakan inovasi pendidikan adalah suatu perubahan yang baru dan kualitatif berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan. Ibrahim mendefinisikan inovasi pendidikan adalah inovasi (pembaruan) dalam bidang pendidikan atau inovasi yang dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan, inovasi pendidikan merupakan suatu ide, barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai hal baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil inversi atau diskoversi yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau memecahkan masalah-masalah pendidikan. Dari kedua pendapat pakar di atas mengenai inovasi pendidikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa inovasi pendidikan adalah ide, barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan atau memecahkan masalah-masalah pendidikan. (Kusuma: 2010, dalam http://fajarkusuma.student.umm.ac.id)
2.Inovasi pendidikan adalah perubahan atau pembaharuan yang terjadi baik dalam bentuk pemikiran/ide kegiatan, atau bentuk produk dalam upaya memperbaiki pendidikan agar dapat meningkatkan kemampuan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. (Miranda, dalam http://dianmiranda.wordpress.com)


III.TIPE DAN SUMBER INOVASI
A.Tipe Inovasi
Ada lima tipe inovasi yaitu (http://inovasipendidikan.wordpress.com):
a.Inovasi produk; yang melibatkan pengenalan barang baru, pelayanan baru yang secara substansial meningkat. Melibatkan peningkatan karakteristik fungsi juga, kemampuan teknisi, mudah menggunakannya. Contohnya: telepon genggam, komputer, kendaraan bermotor, dsb;
b.Inovasi proses; melibatkan implementasi peningkatan kualitas produk yang baru atau pengiriman barangnya;
c.Inovasi pemasaran; mengembangkan metoda mencari pangsa pasar baru dengan meningkatkan kualitas desain, pengemasan, promosi;
d.Inovasi organisasi; kreasi organisasi baru, praktek bisnis, cara menjalankan organisasi atau perilaku berorganisasi;
e.Inovasi model bisnis; mengubah cara berbisnis berdasarkan nilai yang dianut.

B.Sumber Inovasi
Terdapat dua sumber utama inovasi, yaitu(http://inovasipendidikan.wordpress.com):
a.Secara tradisional, sumbernya adalah inovasi fabrikasi. Hal tersebut karena agen (orang atau bisnis) berinovasi untuk menjual hasil inovasinya.
b.Inovasi pengguna; hal tersebut dimana agen (orang atau bisnis) mengembangkan inovasi sendiri (pribadi atau di rumahnya sendiri), hal itu dilakukan karena produk yang dipakainya tidak memenuhi apa yang dibutuhkannya.

Dalam dunia pendidikan, inovasi secara tradisional tampak dalam inovasi yang dilakukan oleh Depdiknas –saat sistem pendidikan menganut sistem sentralistik– dan kemudian diimplementasikan kepada pihak sekolah. Inovasi pendidikan seperti ini cenderung merupakan Top-Down Innovation. Inovasi seperti ini dilakukan dan diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan atau bahkan memaksakan. Contoh inovasi yang dilakukan oleh Depdiknas seperti Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Guru Pamong, Sistem Pengajaran Modul, Sistem Belajar Jarak Jauh dan lain-lain.
Model Top-Down Innovation berkebalikan dengan model inovasi yang diciptakan berdasarkan ide, pikiran, kreasi, dan inisiatif dari sekolah, guru, atau masyarakat yang umumnya disebut model Bottom-Up Innovation. Inovasi model Bottom-Up Innovation termasuk dalam inovasi pengguna karena pihak sekolah yang berkepentingan menggunakan hasil inovasi tersebut sekaligus sebagai inovator.


IV.TUJUAN DAN SIKLUS INOVASI PENDIDIKAN
A.Tujuan Inovasi Pendidikan
Ada banyak tujuan inovasi tergantung permasalahan yang dihadapi masing-masing inovator. Secara umum tujuan inovasi antara lain adalah (http://inovasipendidikan.wordpress.com) :
Meningkatkan kualitas;
Menciptakan pasar baru;
Memperluas jangkauan produk;
Mengurangi biaya tenaga kerja;
Meningkatkan proses produksi;
Mengurangi bahan baku;
Mengurangi kerusakan lingkungan;
Mengganti produk atau pelayanan;
Mengurangi konsumsi energi;
Menyesuaikan diri dengan undang-undang.

Tujuan dilakukannya inovasi pendidikan terutama adalah untuk meningkatkan efesiensi, relevansi, kualitas dan efektivitas pendidikan, seperti  sarana dan prasarana serta jumlah peserta didik sebanyak-banyaknya dengan hasil pendidikan sebesar-besarnya (menuntut kriteria kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan pembangunan), dengan menggunakan sumber, tenaga, uang, alat dan waktu dalam jumlah yang sekecil-kecilnya. 
Jika dikaji lebih jauh, arah tujuan inovasi pendidikan Indonesia tahap demi tahap adalah sebagai berikut (Sutarno dan Fatmawati. 2009, dalam http://physicsmaster.orgfree.com):
1.Mengejar ketinggalan-ketinggalan yang dihasilkan oleh kemajuan-kemajuan ilmu dan teknologi sehingga makin lama pendidikan Indonesia makin berjalan sejajar dengan kemajuan-kemajuan tersebut.
2.Mengusahakan terselenggaranya pendidikan sekolah maupun luar sekolah bagi setiap warga Negara. Misalnya meningkatkan daya tampung sekolah SD,SLTP,SLTA, dan perguruan tinggi.

B.Siklus Inovasi
Siklus inovasi berlangsung seperti kurva difusi dimana pada tahap awal, tumbuh relatif lambat, ketika kemudian pelanggan merespon produk tersebut sebagai sebuah kebutuhan maka pertumbuhan produk meningkat secara eksponensial. Pertumbuhan produk akan terus meningkat bila dilakukan inkrenetori inovasi atau mengubah produk. Di akhir kurva pergerakannya melambat kembali dan cenderung menurun.
Perusahaan yang inovatif akan bekerja dengan cara inovasi baru, yang menggantikan cara lama untuk mempertahankan tumbuhnya kurva melalui pembaharuan teknologi, bila teknologi tidak dilakukan pembaharuan pertumbuhan akan cenderung stagnan atau bahkan menurun.


V.MANAJEMEN DAN KEGAGALAN INOVASI PENDIDIKAN
Perbaikan manajeman pendidikan diarahkan untuk lebih memberdayakan sekolah sebagai unit pelaksanaan terdepan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Hal ini dimaksudkan agar sekolah lebih mandiri dan bersikap kreatif, dapat mengembangkan iklim kompetitif antar sekolah di wilayahnya, serta bertanggung jawab terhadap stakeholder pendidikan, khususnya orang dan masyarakat yang diera otonomi ini akan menjadi dewan sekolah (school coouncil). Dalam pelaksanaannya, manajemen pendidikan harus lebih terbuka, accountable (dapat mempertanggungjawabkan semua program kegiatannya), mengoptimalkan partisipasi orang tua dan masyarakat, serta dapat mengelola semua sumber daya yang tersedia disekolah dan lingkungannya untuk digunakan seluas-luasnya bagi peningkatan prestasi siswa dan mutu pendidikan pada umumnya.

Faktor Penunjang Inovasi
Inovasi dapat ditunjang oleh beberapa faktor pendukung seperti (Saputra: 2009, dalam http://h210189.blog.binusian.org):
1.Adanya keinginan untuk merubah diri, dari tidak bisa menjadi bisa dan dari tidak tahu menjadi tahu.
2.Adanya kebebasan untuk berekspresi
3.Adanya pembimbing yang berwawasan luas dan kreaktif
4.Tersedianya sarana dan prasarana
5.Kondisi lingkungan yang harmonis, baik lingkungan keluarga, pergaulan, maupun sekolah.

Ciri-ciri manusia kreaktif dan inovatif biasanya tercermin dari tingkah laku sehari-hari antara lain sebagai berikut :
Disiplin dalam bertindak
Umumnya taat pada aturan hukum
Selalu bersemangat
Cerdas dan cerdik
Mempunyai kelebihan dalam kekuatan fisik, artinya dapat melakukan pekerjaan berjam – jam lamanya.
Menonjol dalam kemandirian
Berani menanggung resiko
Mempunyai daya imajinasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan teman sebayanya.

Faktor Penyebab Kegagalan Inovasi
Faktor penyebab kegagalan inovasi adalah sebagai berikut (Saputra: 2009, dalam http://h210189.blog.binusian.org) :
1.Posisi yang tidak kompetitif
2.Andaian pasaran yang tidak tepat
a.Salah andaian tentang pasaran dan pengguna
b.Salah andaian tentang pesaing
c.Salah kiraan dalam kos pengeluaran
3.Prestasi teknikal yang terhadang
a.Kegagalan teknikal yang disebabkan oleh proses pembangunan prototype yang tidak realistik
b.Kelemahan teknikal
4.Kepakaran pengeluaran yang terhadang
a.Teknologi pemrosesan yang lemah
b.Pengeluaran yang tinggi
5.Sumber kewenangan yang tidak mencukupi

Kegagalan inovasi mengakibatkan hilangnya sejumlah nilai investasi, menurunkan moral pekerja, meningkatkan sikap sinis, atau penolakan produk serupa dimaa datang. Padahal produk yang gagal seringkali memiliki potensis ebagai ide yang baik, penolakan terjadi karena kurangnya modal, keahlian yang kurang, atau produk tidak sesuai kebutuhan pasar. Kegagalan harus diidentifikasi dan diselesksi ketika proses berlangsung. Penyeleksian dini memungkinkan kita dapat menghindari uji coba ide yang tidak cocok dengan bahan baku, sehingga dapat menghemat biaya produksi.